Profil dan Biodata Lengkap Syekh Yusuf - Para pembaca portal
biodatapedia.com yang pada sibuk cari biodata pahlawan, hehe kali ini admin
akan memberikan sebuah artikel tentang biodata beberapa tokoh entertainment
tokoh sejarah dan tokoh-tokoh terkenal lainnya yang menghiasi layar televisi
anda. Dalam artikel ini khusus membahas tentang biodata Pahlawan Syekh Yusuf beserta profil lengkapnya.
Pahlawan Nasional Syekh Yusuf |
Biodata
Pahlawan Syekh Yusuf akan kami sajikan lengkap beserta
agama, karir, pendidikan beserta hobi dan foto lengkap dari sang pahlawan
nasional ini. Sumber dari artikel ini berasal dari sumber-sumber terpercaya
misalnya dari Wikipedia dan portal atau website entertainment lainnya.
Syekh
Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani (lahir di Gowa,
Sulawesi Selatan, 3 Juli 1626 – meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei
1699 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia serta
pahlawan nasional Afrika Selatan. Syekh Yusuf belajar agama sejak belia dari
guru Kerajaan Gowa. Setelah dewasa, beliau menikah dengan putri Sultan Gowa.
Pada usia 18 tahun, beliau melakukan perjalanan untuk berhaji. Sebelum ke
Mekah, Syekh Yusuf mampir ke Banten dan bersahabat dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Beliau tinggal di Banten selama lima tahun,
lalu singgah juga di Aceh untuk memperdalam ilmu agama.
Baca Juga:
Pada
zamannya (abad ke 17), Syekh Yusuf dikenal hingga empat negeri, yakni: Makkah,
Banten, Sulawesi Selatan, Ceylon dan Afrika Selatan. Beliaulah peletak dasar
kehadiran komunitas Muslim di Afrika Selatan dan Ceylon bahkan dianggap bapak
bangsa rakyat Afrika Selatan, karena perjuangannya mewujudkan persatuan dan
kesatuan untuk menentang penindasan dan perbedaan warna kulit.
Bayangkan,
sejak usia 18 tahun (abad ke 17) Syekh Yusuf telah mengembara selama 20 tahun
untuk mencari ilmu dari Makassar ke Banten, Aceh, Yaman, Makkah, Madinah dan
Damaskus, mendalami tasawuf dan mengajar di Masjidil Haram pada usia 38 tahun.
Begitu besar motivasi belajar anak muda ini.
Selama
pengembaraannya mencari ilmu, Syekh Yusuf mengantongi ijazah dari beberapa tarekat,
seperti tarekat Naqsabandiyah, Syattariyah, Ba’alawiyah, dan Qadariyah. Namun
dalam pengajarannya, beliau tidak pernah menyinggung pertentangan antara Hamzah
Fansuri yang mengembangkan ajaran wujudiyah dengan Syekh Nuruddin ar-Raniri
pada abad itu.
Menurut
peneliti asal Belanda, B.F Matthes, Islam sudah hadir sebelum Syekh Yusuf
terlahir. Masuknya Islam di Sulawesi Selatan dibawa oleh Datok ri Bandang (juga
disebut Katte toenggalak), yang berasal dari kota tengah Minangkabau. Tidak
lama sesudah Islam diterima di Sulawesi Selatan, lahirlah seorang bernama Sehe
Yusoepoe atau Sjaich Josef Toeang Salama. Beliau dikenal sebagai wali dibawah
pemerintahan Raja Gowa ke-19, Abdul Djalil Tuemenanga ri Lakiung.
Setelah
hampir 20 tahun menuntut ilmu, ia pulang ke kampung halamannya, Gowa. Tapi ia
sangat kecewa karena saat itu Gowa baru kalah perang melawan Belanda. Di bawah
Belanda, maksiat merajalela. Setelah berhasil meyakinkan Sultan untuk
meluruskan pelaksanaan syariat Islam di Makassar, ia kembali merantau. Tahun
1672 ia berangkat ke Banten. Saat itu Pangeran Surya sudah naik tahta dengan
gelar Sultan Ageng Tirtayasa. Di Banten ia dipercaya sebagai mufti kerajaan dan
guru bidang agama. Bahkan ia kemudian dinikahkan dengan anak Sultan, Siti
Syarifah. Syekh Yusuf menjadikan Banten sebagai salah satu pusat pendidikan
agama. Murid-muridnya datang dari berbagai daerah, termasuk di antaranya 400
orang asal Makassar di bawah pimpinan Ali Karaeng Bisai. Di Banten pula Syekh
Yusuf menulis sejumlah karya demi mengenalkan ajaran tasawuf kepada umat Islam
Nusantara. Seperti banyak daerah lainnya saat itu, Banten juga tengah gigih
melawan Belanda. Permusuhan meruncing, sampai akhirnya meletus perlawanan
bersenjata antara Sutan Ageng di satu pihak dan Sultan Haji beserta Kompeni di
pihak lain. Syekh Yusuf berada di pihak Sultan Ageng dengan memimpin sebuah
pasukan Makassar.Namun karena kekuatan yang tak sebanding, tahun 1682 Banten
menyerah. Maka mualilah babak baru kehidupan Syekh Yusuf; hidup dalam
pembuangan. Ia mula-mula ditahan di Cirebon dan Batavia (Jakarta), tapi karena
pengaruhnya masih membahayakan pemerintah Kolonial, ia dan keluarga diasingkan
ke Srilanka, bulan September 1684. Bukannya patah semangat, di negara yang
asing baginya ini ia memulai perjuangan baru, menyebarkan agama Islam. Dalam
waktu singkat murid-muridnya mencapai jumlah ratusan, kebanyakan berasal dari
India Selatan. Ia juga bertemu dan berkumpul dengan para ulama dari berbagai
negara Islam. Salah satunya adalah Syekh Ibrahim Ibn Mi’an, ulama besar yang
dihormati dari India. Ia pula yang meminta Syekh Yusuf untuk menulis sebuah
buku tentang tasawuf, berjudul Kayfiyyat Al-Tasawwuf. Ia juga bisa leluasa
bertemu dengan sanak keluarga dan murid-muridnya di negeri ini. Kabar dari dan
untuk keluarganya ini disampaikan melalui jamaah haji yang dalam perjalan
pulang atau pergi ke Tanah Suci selalu singgah ke Srilanka. Ajaran-ajarannya
juga disampaikan kepada murid-muridnya melalui jalur ini. Hal itu merisaukan
Belanda. Mereka menganggap Syekh Yusuf tetap merupakan ancaman, sebab dia bisa
dengan mudah mempengaruhi pengikutnya untuk tetap memberontak kepada Belanda.
Lalu dibuatlah skenario baru; lokasi pembuangannya diperjauh, ke Afrika
Selatan.
Bulan
Juli 1693 adalah kali pertama bagi Syekh Yusuf dan 49 pengikutnya menginjakkan
kaki di Afrika selatan. Mereka sampai di Tanjung Harapan dengan kapal De
Voetboog dan ditempatkan di daerah Zandvliet dekat pantai (tempat ini kemudian
disebut Madagaskar). Di negeri baru ini, ia kembali menekuni jalan dakwah. Saat
itu, Islam di Afrika Selatan tengah berkembang. Salah satu pelopor penyebaran
Islam di Imam Abdullah ibn Kadi Abdus Salaam atau lebih dikenal dengan julukan
Tuan Guru (mister teacher). Tuan Guru lahir di Tidore. Tahun 1780, ia dibuang
ke Afrika Selatan karena aktivitasnya menentang penjajah Belanda. Selama 13
tahun ia mendekam sebagai tahanan di Pulau Robben, sebelum akhirnya dipindah ke
Cape Town. Kendati hidup sebagai tahanan, aktivitas dakwah pimpinan perlawanan
rakyat di Indonesia Timur ini tak pernah surut. Jalan yang sama ditempuh Syekh
Yusuf. Dalam waktu singkat ia telah mengumpulkan banyak pengikut. Selama enam
tahun di Afrika Selatan, tak banyak yang diketahui tentang dirinya, sebab dia
tidak bisa lagi bertemu dengan jamaah haji dari Nusantara. Usianya pun saat itu
telah lanjut, 67 tahun. Ia tinggal di Tanjung Harapan sampai wafat tanggal 23
Mei 1699 dalam usia 73 tahun. Makamnya sampai sekarang dapat ditemui di empat
tempat yaitu Gowa, Sulawesi Selatan, Banten, Srilangka, dan Cape Town, Kampung
Macassar Afrika Selatan.
Demikianlah
biodata dari pahlawan Syekh Yusuf,
semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi kita untuk mengenal
pahlawan-pahlwan tanah air.
SIAPA NAMA AYAH SHEIKH YUSUF ?
BalasHapus